Rabu, 30 September 2009

BEASISWA PEMERINTAH JEPANG (MONBUKAGAKUSHO/MEXT) TAHUN 2010

UNTUK LULUSAN SLTA DAN SEDERAJAT

Tersedia 3 program sbb: (setiap peserta hanya bisa mendaftar 1 program saja) :


1. Undergraduate (S-1) : Masa studi 5 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang (kecuali jurusan kedokteran umum, gigi, hewan, dan sebagian farmasi lama masa studi adalah 7 tahun)

Syarat: lulusan IPA/IPS; nilai rata-rata ijazah dan rapor kelas 3 semester terakhir masingmasing minimal 8,4; lahir antara tgl. 2 April 1988 dan tgl. 1 April 1993

Materi ujian tertulis:

IPS : Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, dan Matematika
IPA-a : Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, dan Fisika
IPA-b,c : Bahasa Inggris, Matematika, Kimia, dan Biologi

Pilihan jurusan

IPS : Laws, Politics, Pedagogy, Sociology, Literature, History, Japanese language, Economics, Business Administration, and others.IPA-a : Science (Mathematics, Physics, Chemistry); Electric and Electronic Studies (Electronics, Electrical Engineering, Information Engineering); Mechanical Studies (Mechanical Engineering, Naval Architecture); Civil Engineering and Architecture (Civil Engineering, Architecture,Environmental Engineering); Chemical Studies (Applied Chemistry, Chemical Engineering,Industrial Chemistry, Textile Engineering); and other fields (Metallurgical Engineering, Mining Engineering, Maritime Engineering, Biotechnology)

IPA-b : Agricultural Studies (Agriculture, Agricultural Chemistry, Agricultural Engineering, Animal Science, Veterinary Medicine, Forestry, Food Science, Fisheries); Hygienic Studies (Pharmacy, Hygienics, Nursing); Science (Biology)

IPA-c : Medicine; Dentistry

2. College of Technology (D-3): Masa studi 4 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. College of Technology memiliki program 5 tahun yang dirancang bagi lulusan SLTP. Siswa penerima Beasiswa Monbukagakusho (lulusan SLTA) akan masuk College of Technology sebagai mahasiswa tahun ketiga. Studi teknik sebagian besar terdiri dari eksperimen /percobaan dan latihan-latihan praktek. Lulusan dari sekolah ini diharapkan menjadi ahli teknik (engineer)
Syarat: lulusan IPA; nilai rata-rata ijazah dan rapor kelas 3 semester terakhir masing-masing
minimal 8,0; lahir antara tgl. 2 April 1988 dan tgl. 1 April 1993
Materi ujian tertulis: Matematika dan Kimia/Fisika (tergantung kategori jurusan seperti
tertulis di bawah)
Pilihan jurusan:
Kimia: Jurusan yang terkait pada bidang kimia seperti Materials Engineering dll.Fisika: Jurusan lain seperti Mechanical Engineering, Electrical and Electronic Engineering, Information, Communication, and Network Engineering, Architecture and Civil Engineering, Maritime Engineering”dll.
3. Professional Training College (D-2) : Masa studi 3 tahun termasuk 1 tahun belajar Bahasa Jepang. Professional Training College terpisah dari sistem pendidikan Jepang yang biasa. Sekolah ini menawarkan pelatihan praktis kejuruan.
Syarat: lulusan IPA/IPS; nilai rata-rata ijazah dan rapor kelas 3 semester terakhir masingmasing minimal 8,0; lahir antara tgl. 2 April 1988 dan tgl. 1 April 1993
Materi ujian tertulis: Bahasa Inggris dan Matematika

Pilihan jurusan: Architecture; Civil Engineering; Electrical Engineering; Electronics; Telecommunication; Nutrition; Infant Education; Secretarial Studies; Hotel Management; Tourism; Fashion and Dress Making; Design; Photography; dll

Catatan:
1. Semua soal ujian dalam bahasa Inggris.
2. Lulusan dari S-1 bisa meneruskan ke S-2, dan lulusan D-3 dan D-2 bisa meneruskan ke S-1
sebagai siswa tahun ketiga. Namun untuk melanjutkan beasiswa, tergantung pada prestasi
dan hasil seleksi. Para siswa tentunya harus mengikuti ujian masuk dan masa perpanjangan beasiswa maksimal 2 tahun.
FASILITAS
1. Bebas biaya ujian masuk, biaya kuliah dan uang pendaftaran
2. Tiket kelas ekonomi p.p. Indonesia (Jakarta) - Jepang
3. Tunjangan ¥125.000/bulan (Besar tunjangan tahun 2009. Untuk tahun 2010 dan tahun
selanjutnya ada kemungkinan mengalami perubahan)
4. Tanpa ikatan dinas

Kamis, 24 September 2009

Rp 4,2 Triliun Beasiswa untuk Indonesia Dalam 5 tahun

Selama lima tahun ini, dana internasional untuk program beasiswa Indonesia mencapai Rp 4,284 triliun. Sekitar 60 persen lebih beasiswa itu diberikan dalam bentuk grant atau hibah, sedangkan sisanya berbentuk pinjaman, dan disediakan Pemerintah Indonesia serta sumber domestik lainnya.

Meskipun pemanfaatan beasiswa dari lembaga internasional itu untuk mendukung peningkatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia seperti yang diprogramkan pemerintah, namun belum secara umum ada evaluasi menyeluruh mengenai dampaknya bagi pengembangan institusi setelah penerima beasiswa kembali. Karena itu, perlu dikembangkan analisa atau penelitian, baik oleh pemerintah, maupun lembaga penyedia beasiswa untuk mengetahui hasil dan manfaat lebih jauh dari program tersebut.

Demikian yang terungkap dari hasil Survei Pemetaan Program Beasiswa Luar Negeri di Indonesia yang dipaparkan dalam Rapat Koordinasi Beasiswa Luar Negeri yang digelar Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Selasa (10/3). Pelaksanaan survei pemetaan ini didukung Pemerintah Australia melalui AusAID dan Kedutaan Besar Belanda.

Taufik Hanafi, Direktur Agama dan Pendidikan, Kementerian Negara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mengatakan, peningkatan SDM Indonesia masih menghadapi tantangan yang berat. Di tingkat ASEAN saja, Indonesia tertinggal dari Malaysia dan Thailand.

Menurut Taufik, adanya bantuan luar negeri harus akan memberi kontribusi bagi pemanfaatan sumber daya dalam negeri secara efektif dan efisien. Bantuan dari para donor itu harus diharmonisasikan dengan program yang ada untuk menghindari duplikasi. “Yang penting justru harus bisa bersinergi untuk mencapai sasaran pembangunan yang hendak dicapai,” ujar Hanafi.

Dari hasil survei pemetaan ditemukan ada lebih dari 7.250 beasiswa yang disediakan oleh luar negeri dalam lima tahun terakhir ini bagi Indonesia. Adapun di dalam negeri, pemerintah menyediakan 1.921 beasiswa, yang paling besar disediakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas pada tahun ini menyediakan 700 beasiswa.

Adapun negara yang memberikan donasi yang besar adalah Australia, disusul Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda. Pemanfaatan beasiswa luar negeri itu umumnya untuk bidang studi ekonomi, keuangan, dan perdagangan (23 persen), kebijakan publik dan administrasi pemerintahan (24 persen), sains dan teknologi (20 persen), serta bidang pendidikan (12 persen).

Sumber: kompas.com

Jumat, 18 September 2009

Beasiswa Unggulan Depdiknas Untuk Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran

Program studi magister ilmu lingkungan Universitas Padjadjaran saat ini sedang membuka pendaftaran untuk beasiswa double degree dengan Master of Environment and Energy Management Universiteit Twente, Belanda.
Beasiswa tersebut terbagi menjadi 2 bagian:
1. Beasiswa bpp. Mengcover seluruh biaya perkuliahan (kecuali penelitian/tesis) selama 18 bulan. Persyaratannya ipk s1 min 3,4 toefl (internasional/ itp/prediction) min 500, fotokopi transkrip dan ijazah.
2. Setelah menjalani perkuliahan selama 1 triwulan, mahasiswa akan diseleksi untuk kemudian dipilih menempuh kuliah d belanda selama ± 9 bulan. Peserta akan dseleksi dari IP, proposal tesis, IELTS score 6, psikotest.
Sekedar info, tahun 2008, Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran menerima 17 orang dan 2 orang berhasil melanjutkan studinya di CSTM Universitas Twente Belanda.

Rabu, 09 September 2009

Beasiswa Unggulan Depdiknas 2009

Departemen Pendidikan Nasional memberikan beasiswa kepada mahasiswa indonesia yang ingin melanjutkan pendidikannya di bidang Ilmu Lingkungan. Beasiswa diberikan di Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran selama 2 tahun (4 semester). Beasiswa yang diberikan berupa beasiswa pendidikan dan tidak termaksud biaya hidup. Beasiswa ini bersumber dari dana beasiswa unggulan 2009 dan merupakan beasiswa "Double Degree" dengan Universitas Twente di Belanda. Nantinya para penerima beasiswa unggulan akan mendapatkan 2 gelar yakni Msi dari Universitas Padjadjaran dan Msc dari CSTM Universitas Twente Belanda. Akan tetapi untuk pemberian beasiswa di Universitas Twente Belanda hanya diberikan kepada 1-2 orang penerima beasiswa dan sisanya akan tetap melanjutkan di Universitas Padjadjaran. Untuk tahun 2008, dari 17 orang penerima beasiswa unggulan di Magister Ilmu Lingkungan Unpad, hanya dua orang yang berhasil melanjutkan pendidikannya di Universitas Twente dan 15 orang lainnya tetap di Unpad.

Jumat, 03 Juli 2009

Panasonic Scholarship Indonesia 2010 (Part 2)
Setelah berjuang kurang lebih selama 2 hari akhirnya terpilihlah 3 orang yang akan melanjutkan studinya ke universitas di jepang, untuk tahun 2010 kandidat yang akan diberangkatkan yakni Syaiful Hudri (Universitas Padjadjaran), Nely (Universitas Pelita Harapan), dan Deny Chayadi (STT Surabaya). Selama 11 tahun pemberian beasiswa oleh pihak Panasonic Indonesia, universitas padjadjaran baru pertama kali mendapatkan kesempatan untuk mengirimkan wakilnya ke ajang Panasonic Scholarship. Semoga untuhk tahun depan ada wakil2 dari universitas Padjadjaran yang akan melanjutkan prestasinya ke jenjang yang lebih tinggi. Amin...

Senin, 22 Juni 2009

Pengalaman sebagai 12 finalist Panasonic Scholarship Indonesia 2010
(Sharing Experience as 12 candidate of Panasonic Scholarship Indonesia 2010)


Program Panasonic Scholarship telah diluncurkan oleh Matsushita Electric Industrial Co., Ltd., Japan (MEI) pada tahun 1998 bertepatan dengan ulang tahun MEI yang ke-80 dengan tujuan memberi kesempatan (dalam bentuk beasiswa) kepada para pelajar Asia (China, Indonesia, Malaysia, Philippines, Taiwan, Thailand, Vietnam) untuk mengambil program pasca sarjana (S2) sehingga mereka bisa berkontribusi bagi kemajuan negaranya. Sejarah kelompok Panasonic di Indonesia dimulai saat ditandatangani kerjasama teknik antara PT Transistor Radio Manufacturing yang didirikan oleh Drs. H. Thayeb Mohammad Gobel (Alm.) dengan Matsushita Electric Industrial Co., Ltd. Japan di tahun 1960, dan diikuti dengan didirikannya PT National Gobel (saat ini bernama PT Panasonic Manufacturing Indonesia) pada tahun 1970.
Pengalaman menjadi 12 finalis kandidat Panasonic Scholarship Indonesia merupakan pengalaman yang paling berharga dari sekian banyak pengalaman bagi saya. Sebelum menjadi finalis, tentu saja ada fasefase screening awal yang diadakan oleh pihak Panasonic Sholarship Indonesia. Fase-fase ini cukup lama untuk dilalui setidaknya ada 4-5 bulan sebelum masuk ketahapan finalis. Tahap pertama, dimulai dengan pendaftaran online melaui situs Panasonic (www.panasonicscholarship.com), pada tahapan ini seleksi akan dilakukan berdasarkan data diri aplikan, IPK, kemampuan bahasa serta kemampuan membaca ketentuan keseluruhan program master di Jepang. Pada tahap satu, nantinya akan terpilih 50 orang semifinalist untuk selanjutnya masuk ke fase II (untuk tahun 2010 ada peningkatan kuota menjadi 90 semifinalist). Pada fase II, Panasonic Scholarship Indonesia akan mengirimkan beberapa lembaran aplikasi untuk selanjutnya diisi oleh 90 semifinalist. Pada fase II, seleksi akan dilakukan berdasarkan informasi diri (detail) terdiri dari formulir aplikasi, surat rekomendasi dari dekan/ketua jurusan, alasan serta rencana ke Jepang, transkrip nilai legalisir, essai proposal riset, dan penerimaan seorang professor di salah satu universitas di jepang (Informal Letter of Acceptance). Waktu itu, saya melakukan kontak dengan beberapa universitas di Jepang untuk mendapatkan professor dari pembimbing dan akhirnya dari beberapa professor yang saya coba untuk menjalin kontak, ada professor yang tidak membalas email yang saya kirimkan, ada juga professor yang belum membutuhkan calon mahasiswa di laboratoriumnya dan akhirnya ada juga yang menjawab respon email saya, yakni dari Universitas Kyoto. Akhirnya setelah menunggu ± 1,5 bulan dari fase II, terpilihlah 12 finalis pada fase III yang merupakan fase terakhir dari seleksi beasiswa Panasonic Scholarship Indonesia. Para finalis akan diundang ke Panasonic Manufacturing Indonesia untuk proses seleksi selanjutnya diantaranya seleksi interview akademik (presentasi riset) para finalis dengan juri 2 dosen ITB yang merupakan lulusan universitas di Jepang juga (Dr. Suharja Wiramihardja (jurusan Astronom ITB) dan Dr. Yudi Dharma (jurusan fisika ITB), interview umum oleh Panasonic Scholarship Jepang dan direktur Panasonic Group, dan assestment oleh HR Training & konsultan Panasonic Sholarship Indonesia. Untuk tahun 2010, 12 finalist Panasonic Scholarship Indonesia yang akan memperebutkan “tiket” masuk ke Universitas Jepang yakni, yakni Sorba PR Panjaitan (Univ. Padjadjaran), Syaiful Hudri (Univ. Padjadjaran), Rachma Wikandari (UGM), Difla Yustisia Quarani (UGM), Herma Amalia (IPB), Pradanti Vidyawardhani (ITB), Rizki Mardian (UI), Rizqi Putri Nourma Budiarti (ITS), Prima Kharisma (Unibraw), Nelly (UPH), Mario Rovani Hendriyanto (Univ. Pancasila). Para finalis nantinya akan dikarantina di Wisma Hijau pada tanggal 24-26 Juni 2009. Semoga yang nantinya terpilih adalah orang yang terbaik dan bisa membawa nama baik Indonesia!!!Amin..God Blees Us.

Kamis, 26 Februari 2009



Mekanisasi Pertanian

Mekanisasi pertanian merupakan suatu penerapan dan penggunaan teknologi dengan menggunakan alat maupun mesin pertanian untuk meningkatkan hasil produksi yang berorientasi pertanian komersial (agribisnis), mekanisasi pertanian diimplementasikan pada masa pra-panen (budidaya/pengelolahan) maupun pascapanen (agroidustri). Secara histori, mekanisasi pertanian merupakan peninggalan “pertanian modern” pada masa revolusi hijau di dunia yang berkisar tahun 1960-an dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dunia akibat laju pertumbuhan penduduk yang besar. Revolusi hijau selain mekanisasi pertanian juga ada penggunaan bibit unggul, produksi pestisida dan pupuk kimia
Sebenarnya menurut pendapat saya, mekanisasi pertanian tidak berpengaruh secara langsung terhadap tingginya tingkat penganguran masyarakat tani. Tingkat penganguran justru harus dikaitkan pada sistem kebijakan pemerintah serta masalah keberpihakkan pemerintah terhadap kepentingan petani itu sendiri dan bukan pada implementasi mekanisasi pertanian. Walaupun secara tidak langsung, kita sadari bahwa mekanisasi pertanian telah menimbulkan pengangguran pada desa-desa tertentu di belahan bumi Indonesia, misalnya pengurangan tenaga kerja serta ketergantungan pada tenaga buruh tani di Timur Lorosae, yang biasanya menggunakan 400-500 tenaga penyortir jika dibandingkan dengan menggunakan mesin penyortir biasanya perusahaan pengolahan hanya menggunakan 150 tenaga penyortir. Hal ini memang menjadi dilematis tersendiri bagi perusahaan pengolahan, di satu sisi mereka ingin meningkatkan produktivitas melalui pemanfaatan alat dan mesin pertanian namun di sisi lain, perusahaan harus mempekerjakan tenaga kerja yang lebih banyak jika tanpa menggunakan mekanisasi pertanian yang berakibat pada minimnya laba perusahaan. Mekanisasi pertanian tidak bisa dipandang dari sisi merugikan saja, dari sisi positifnya di beberapa daerah di Indonesia juga ada yang merasakan seperti di Propinsi Gorontalo, melaui bukunya Gubernur Gorontalo Dr. Fadel Muhammad “Reinventing Local Government” untuk menjadi daerah agropolitan, syarat pertama adalah pengembangan alat mesin pertanian berbasis sumber daya lokal dan adanya unit pelayanan jasa alsintan yang telah mapan. Hal ini pulalah yang menjadikan Propinsi Gorontalo sebagai penyumbang terbesar produksi jagung nasional dan ekspor. Jadi pertanyaan kita sekarang, apakah mekanisasi pertanian berakibat baik atau tidak pada peningkatan produksi pertanian Indonesia? Hal ini bisa dijawab ketika kita melihat kapasitas dan kemampuan suatu daerah (otonomi daerah) dalam hal memenuhi akan kebutuhan mekanisasi pertanian itu sendiri.
Menurut data BPS (2007), hampir 63,52% penduduk miskin di tanah air menetap di pedesaan. Sementara itu pedesaan merupakan sentra pertanian tetapi pada kenyataannya sektor pertanian yang banyak digeluti penduduk Indonesia ternyata tidak memiliki kontribusi yang signifikan bagi Gross Domestic Bruto (GDP) dan kesejahteraan. Sektor ini justru berkontribusi besar bagi kemiskinan dan penganguran (inilah.com, 2007).
Penganguran di pedesaan berakibat pada kemiskinan “kronis” yang dialami para petani, menurut Dawam Raharjo (1995), ada tujuh faktor penyebab kemiskinan petani di Indonesia yakni pertama, kemiskinan disebabkan oleh kesempatan kerja (miskin karena menganggur atau tidak mempunyai kesempatan kerja); kedua, upah gaji dibawah standar minimum; ketiga, produktiitas kerja yang rendah; keempat, ketiadaan aset (misalnya petani miskin karena tidak memiliki lahan, dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengolah lahan); kelima, diskriminasi, misalnya diskriminasi karena jenis kelamin dan kelas sosial masyarakat; keenam, tekanan harga (biasanya berlangsung pada petani kecil atau pengrajin dalam industri rumah tangga; dan Ketujuh, penjualan tanah (tanah yang potensi untuk masa depan kehidupan keluarga telah habis dijual). Jadi menurut saya permasalahaannya bukan pada mekanisasi pertanian tetapi pada hal-hal tersebut diatas. Justru mekanisasi pertanian di Indonesia yang banyak menghadapi kendala-kendala permasalahan yang berakibat pada terhambat produktifitas pertanian Indonesia. Permasalahan dalam pengembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya :
1. Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurangnya permodalannya sehingga tidak semua petani mampu untuk membeli alsintan
2. Kondisi lahan
Topografi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehingga menyulitkan petani untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian, khususnya mesin prapanen
3. Tenaga kerja
Tenaga kerja di Indonesia cukup melimpah. Oleh karena itu, bila digantikan dengan mesin, dikhawatrikan akan berdampak pada penganguran
4. Tenaga ahli
Kurangnya tenaga ahli atau orang yang berkompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian
Solusi dalam mengembangkan teknologi dan alat dan mesin pertanian (mekanisasi pertanian) adalah :
1. Menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan tentang Alsintan
2. Menumbuhkembangkan industri dan penerapan alsintan
3. Mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan
4. Mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakrditasi di daerah dalam rangka otonomi daerah
5. Mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengembangkan alsintan
Besarnya jumlah penduduk Indonesia berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja khususnya di pedesaan. Agar mekanisasi pertanian tidak menimbulkan efek domino (penganguran) di pedesaan, hendaknya setiap pemerintah daerah melalui otonomi daerahnya bersikap selektif dalam mengintroduksi penerapan teknologi pertanian dan tentu saja disesuaikan dengan kondisi agronomis dan karakteristik topografi daerah pertaniannya sedangkan untuk pemerintah pusat tidak hanya mengimpor mesin-mesin pertanian yang tidak tepat guna melainkan mencoba untuk memodifikasi mesin-mesin yang ada sesuai dengan kondisi lokal melaui lembaga pemerintah yang ada seperti LIPI, BBP Mektan dan intitusi perguruan tinggi, kemudian baru memproduksi sendiri untuk kebutuhan petani Indonesia dan peningkatan produksi mesin-mesin dalam negeri yang memiliki mutu serta kualitas standar serta melakukan proteksi terhadap produk impor melalui kebijakan tarif. Jadi pertanian Indonesia harus menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin pertanian yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Kebijakan mekanisasi pertanian haruslah merupakan kebijakan yang integral dengan kebijakan pembangunan pertanian menuju revitalisasi pertanian. Oleh karena itu, sebagi supporting sistem posisi mekanisasi pertanian harus kuat dalam menopang modernisasi dan sekaligus memberdayakan dan memihak kepada petani yang lemah dalam posisi tawar.
Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian harus mampu menumbuhkan (a) peningkatan produktivitas baik pada sumber daya lahan dan tenaga kerja (b) peningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, (c) peningkatan mutu produk dengan nilai tambah tinggi sehingga produk pertanian berdaya memiliki daya saing (d) mampu mendorong bertumbuh-kembangnya industri alat dan mesin dalam negeri secara efisien, dengan kualitas yang dapat diunggulkan, dan dapat dijangkau oleh petani, (d) mendorong kemitraan antara industry besar dan industri kecil pengrajin alsintan, sehingga terjadi harmonisasi dalam pendalaman industri yang saling menguatkan.

*Mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung